Potongan Kisah : Kasih di Balik Jendela
3 Comments
Aku masih belum cukup umur untuk sebuah "rasa" yang 'serius' , yang aku tahu, aku selalu ingin menunggu dari jendela kamarku: mencermati setiap suara langkah kaki yang mendekat dan berharap kamu lah si pemilik langkah itu.
Diam-diam aku mengamatimu, saat itu.
************************
"Tok...tok...tok..."
Dua sampai tiga ketukan halus di kaca jendela kamarku akrab menyapa telinga. Begitulah caramu memanggilku untuk sekedar saling menatap atau bertanya kabar di hari itu. Tak jarang kamu datang bersama teman-temanmu: melontarkan guyonan dan candaan padaku yang sengaja mencuri waktu dari ibu untuk bisa bertemu denganmu.
Hmmm.......Sebenarnya kita tak perlu 'jalan belakang' dan sembunyi dari ibu, karena ia pasti akan menyambutmu bila kamu datang lewat pintu depan. Ibuku menyukaimu, kita tahu persis hal itu. Lucunya, kita berdua tetap saja senang dan sengaja mencari waktu untuk berbagi kisah meski dari sela-sela jendela kamarku. Entah pagi sebelum berangkat ke sekolah, siang hari saat aku masih mengenakan seragam putih biruku, atau malam ketika kantuk tak lagi bisa tertahankan. Bahkan sesekali justru teman-temanmu yang datang mengetuk jendela kamarku hanya untuk sampaikan pesan "selamat tidur" darimu. Betapa aku menantikan hal-hal kecil itu darimu, sesosok lelaki pemalu yang tanpa kusadari telah mencuri perhatianku.
Aku tidak pernah tau apa yang tengah aku rasakan, karena mungkin akupun enggan bertanya dan kenali apa yang aku rasakan
'Aku hanya gadis remaja yang terus menantikan kedatangan seorang pria dari balik jendela kamarku...'
...hingga akhirnya momen yang tidak dinanti pun tiba. Kamu harus pindah dari asrama 'putih abu-abu' di belakang rumahku itu. Meninggalkanku sendiri dalam ketidakpastian. Teman-temanmu selalu bilang bahwa kamu menyukaiku, tapi sampai kamu pergi aku tak mendengarnya dari mulutmu. Bahkan tidak ada ketukan terakhir tanda salam perpisahan darimu.
HUH...!!!! Aku kesal padamu yang hanya mampu berbagi kisah dari balik jendela kamarku. Dan hanya bisa membuatku mengidap kerinduan hebat yang tak berdasar.
Ahh....'kemana langkah kaki dan ketukan yang memanggilku berlari menuju jendela kamar???'
Tidak lagi banyak cerita yang aku dan kamu bisa bagikan. Kita hanya sekedar saling mengetahui kabar dari orang-orang di sekeliling kita. Kamu tahu, ibuku terlalu sering menanyakan kabarmu sejak kepindahanmu. Itulah yang membuatku semakin kesal---kesal akan keadaan. Terlebih lagi aku kecewa padamu yang tidak pernah berani hadir dan berbicara langsung di hadapanku.
********************************
Entah sudah berapa kali tahun berganti. Akhirnya kamupun memberanikan diri mendatangiku setelah kepindahanmu waktu itu. Kamu mengungkapkan perasaanmu dan melontarkan pertanyaan yang seakan memaksaku untuk membuat sebuah pilihan tanpa memberiku kesempatan tambahan untuk merubahnya. Entah apa yang ada di pikiranmu.
"Baiklah, semoga tidak ada penyesalan nantinya". Ucapmu pasrah saat aku memilih untuk berkata 'tidak' yang kamu anggap sebagai penolakan.
Aku sudah lama menunggu, mungkin kita juga sudah terlalu lelah menunggu..
"Menunggumu untuk berani berbicara, menungguku belajar mengenal sebuah "rasa".
Sungguh maaf jika dalam penantian panjangku, aku justru tengah menerima 'rasa' yang lain.
Ya mungkin saat itu kamu sudah cukup matang berfikir tentang masa depan,
Sedang aku????
"Lihatlah! Aku masih dengan balutan seragam putih abu-abuku, aku baru saja mulai mengenal siapa diriku, termasuk mengenal apa artinya sebuah perasaan"
********************************
Pagi ini salah satu temanmu mengingatkanku pada kisah lalu,
Akupun berkaca: bertanya pada diri apa benar aku menyesal?
Sepertinya tidak. Bagaimanapun keadaannya dan meskipun tidak sekedar 'jendela' yang menjadi jarak pemisah, aku yakin kamu masih menyimpan rapih harapan dan keinginan kita.
Terimakasih :) ...terimakasih telah berhasil membuatku merindukanmu :
rindu akan caramu hadir dalam hidupku, rindu akan kekikuk-an mu saat berdua denganku, bahkan akan caramu yang pada akhirnya meninggalkanku.
Hmm..tidak. Aku sepertinya salah. Kamu tidak meninggalkanku, kamu justru mendoakanku agar aku juga bisa bertemu dengan jodohku, layaknya percakapan terakhir kita saat kamu memilih untuk memutus jalan harapan yang masih sering kali kita bincangkan beberapa tahun ini, tentunya sebelum kamu pasangkan cincin di jari wanita yang kamu kenalkan padaku sebagai pendampingmu :)
Aku, rindu... :)
Tapi kerinduanku kini tak lagi sama
.
Meski aku harus berdiri lama, tidak ada lagi yang akan menghampiri jendela kamarku
Meski aku harus berdiri lama, tidak ada lagi yang akan menghampiri jendela kamarku
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------